Kurban

Hukum Kurban Online Dalam Islam, Sah Atau Tidak?

Bulan Juli 2022, umat Islam akan merayakan Idul Adha 1443 H. Tepatnya pada 10 Dzulhijjah. Hari Raya ini identik dengan ibadah berkurban bagi umat yang mampu.

Dewasa kini seiring kemajuan teknologi muncul inovasi kurban dengan cara online. Terlebih sejak pandemi Covid-19 menimpa Indonesia, kurban online dijadikan pilihan umat muslam untuk berkurban.

Namun, bagaimana hukum kurban online? Apakah sah dalam Islam? Pertanyaan ini tentu muncul di benak umat muslim yang ingin berkurban.

Kurban Online: Ibadah Melalui Internet

Kurban online adalah pelaksanaan ibadah kurban melalui internet, dan pelaksanaannya diwakilkan oleh panitia kurban yang terpercaya.

Hukumnya dalam islam, kurban online sah dilakukan. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah menganjurkan umat muslim untuk berkurban secara online. Karena, untuk mencegah kerumunan yang berpotensi menimbulkan gelombang penularan Covid-19.

Selain menghindari penularan Covid-19, alasan umat muslim kurban secara online bisa saja karena susah membagi waktu pembelian dan penyembelihan hewan kurban.

Dilansir dari Republika.co.id, Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahsin Sakho Muhammad menerangkan, kurban secara online termasuk dalam kegiatan muamalah yang dilakukan tidak secara fisik tetapi melalui jaringan internet dengan akad tawkil.

“Tidak mendatangi langsung panitia qurban atau lembaga tertentu yang kemudian kita langsung menerima kwitansi fisiknya. Qurban online seperti membeli barang secara online,” kata KH Ahsin.

Nahdlatul Ulama (NU) Online menjelaskan, Tawkil adalah proses pengangkatan wakil dari orang yang berkurban (mudlahhy). Biasanya, proses ini menggunakan shighat pengangkatan wakil. Seperti: “Saya wakilkan kepadamu penyembelihan hewan kurban ini.” Kemudian, dari pihak wakil menjawab: “Saya terima perwakilannya.”

Atau bisa juga digambarkan, kurban online sebagai wakalah atau proses perwakilan dalam berkurban. Tertera dalam Surat An-Nisa (4) ayat 35:

“Maka suruhlah juru damai (hakam) dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai (hakam) dari keluarga perempuan..”

Namun perlu digaris bawahi, wakil dari orang yang berkurban, ia harus menyebut nama yang diwakilkannya saat menyembelih hewan kurban. Misalnya: “Aku berniat menyembelih hewan ini untuk kurbannya si A karena Allah Ta’ala.”

Namun bilamana wakil yang diberi amanah tidak menyebutkan nama yang berkurban saat prosesi penyembelihan hewan kurban, maka menjadikan kurban tersebut belum dari pihak yang diwakilkan. Artinya, pihak wakil harus mengganti hewan kurban sebab belum dianggap sah sesuai peruntukannya.

ومتى خالف شيئا مما ذكر فسد تصرفه وضمن قيمته يوم التسليم ولو مثليا

Artinya: “Ketika seorang wakil bertindak kebalikan dari apa yang telah disebutkan muwakkil (orang yang mewakilkan—dalam hal ini pelaksana kurban) maka rusaklah pemanfaatannya dan ia wajib menanggung harga barang yang diwakilinya sebagaimana hari penyerahan, meskipun dengan harga mitsil.” (Zainu al-Dîn al Malaibary, Fathu al-Mu’în bi Syarhi Qurrati al-‘Ain, Beirut: Dâr al-Fikr, tt.: 124)

Selanjutnya, menurut MU Online beginilah langkah yang tepat dan harus dilakukan wakil penerima dana kurban online:

Menyusun form aplikasi kurban yang berisi akad perwakilan dari mudlahhy ke orang tertentu yang ditunjuk sebagai wakil.

Ketika penyembelihan hewan kurban, wajib bagi pihak wakil mengatasnamakan pihak yang diwakilinya
Jika wakil tidak menyebutkan nama yang diwakilkan saat penyembelihan hewan kurban, wajib menanggung atas ketidaksahan kurban.

Hukum Berkurban

Abu Bakar, Umar, Bilal, Abu Mas’ud al-Badri, Suwaid bin Ghoflah, Said bin Musayyab, Alqamah, ‘Ata’, asy-Syafi’i, Ishaq, Abu Saur, dan Ibnu Munzir (dalam hal ini mereka semua disebut Jumhur) berpendapat bahwa ibadah kurban itu hukumnya sunnah muakkad. Yaitu ibadah yang sangat dianjurkan sekali (kuat). Tidak wajib tetapi makruh meninggalkannya bagi yang mampu.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkan sampai wafat.

Kemudian hukum berkurban sunnah Kifayah. Artinya, bila ada salah satu anggota keluarga yang berkurban maka gugurlah tuntutan berkurban bagi anggota lainnya. 

Adapun Malikiyah menambahkan bahwa hal tersebut tidak disunatkan bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji.

Sedangkan, Abu Hanifah dan para pengikutnya menyatakan jika ibadah kurban hukumnya wajib dilaksanakan setiap tahun bagi mereka yang mampu dan mukim.

Jika umat muslim yang mampu lalu memutuskan berkurban, niscaya mereka akan mendapat banyak keistimewaan. Sebab, berkurban adalah media untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT.

Berkurban juga mengilustrasikan jika kita adalah hamba yang patuh dan taat kepada sang pencipta. Dalam Surat Al-Maidah: 27 Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa.”

Lebih lanjut, berkurban juga cara agar kita meraih ketakwaan. Allah berfirman:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” QS Al-Hajj : 37

Baca juga : Hukum Berkurban Sunnah atau Wajib? Begini Penjelasannya

Referensi:

https://islam.nu.or.id/haji-umrah-dan-kurban/kurban-online-dan-permasalahannya-Q0JD0

https://www.republika.co.id/berita/qwjqqd430/hukum-qurban-secara-online

https://baznas.go.id/artikel/baca/Apa-Hukum-Berkurban-Bagi-Seorang-Muslim/119