Menurut Komnas Perempuan, tercatat 8.234 kasus kekerasan terjadi pada perempuan di tahun 2021. Jenis kasus yang paling banyak adalah kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 79% atau 6.480 kasus.
Namun, banyak korban KDRT takut akan disalahkan ketika lingkungan tahu jika mereka diperlakukan kasar. Alasan cinta juga bisa jadi penghalang seseorang untuk melepaskan diri dari kekerasan.
Sehingga banyak wanita atau pria yang merasa berat untuk meninggalkan pasangan yang melakukan KDRT. Belum lagi karena alasan ekonomi. Salah satu faktor korban KDRT tidak melaporkan kasusnya karena mereka masih tergantung secara ekonomi dengan pelaku kekerasan.
Lantas, jika kita menemukan kasus KDRT atau bahkan kita sendiri merupakan korbannya, ke mana harus melaporkan KDRT? Berikut beberapa upaya yang bisa dilakukan:
1. Bercerita pada orang terdekat
Pertama yang bisa dilakukan adalah dengan bercerita dengan orang terdekat. Korban KDRT biasanya akan merasa takut dan bingung untuk bercerita dengan orang asing. Untuk itu, kita bisa memulainya dengan bercerita pada orang terdekat.
Mulailah bercerita pada pada keluarga dekat, orang tua, teman atau orang yang dipercaya. Dengan begitu setidaknya beban pikiran bisa sedikit berkurang.
2. Menghubungi lembaga berwenang
Kita juga bisa melaporkan tindakan KDRT ke lembaga berwenang seperti Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), untuk meminta perlindungan dan bantuan hukum.
Untuk kasus KDRT biasanya lebih banyak dialami oleh perempuan walaupun ada juga laki-laki yang mengalami hal tersebut
3. Mengambil jalur hukum
Langkah terakhir adalah dengan mengambil jalur hukum jika memang sudah tidak bisa dibicarakan dengan baik-baik. Anda bisa membuat laporan ke kepolisian bahwa telah terjadi KDRT. Nantinya, Anda akan diminta untuk melakukan visum sebagai bukti telah terjadi KDRT.
Apakah Laporan KDRT Harus Disertai Hasil Visum?
Adanya visum dalam kasus KDRT memang bisa menjadi alat bukti kuat yang bisa membuktikan telah terjadi kekerasan. Namun, terkadang beberapa korban tidak sesegera mungkin melakukan visum, sehingga luka menjadi memudar dan sulit divisum.
Menurut Pasal 55 UU KDRT, mengatur:
“Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, jika disertai dengan alat bukti yang sah lainnya.”
Dalam penjelasan Pasal 55 UU KDRT ditegaskan, “Alat bukti yang sah dalam kekerasan seksual yang dilakukan selain dari suami istri merupakan pengakuan terdakwa.”
Sehingga selain keterangan saksi korban perlu ada alat bukti lainnya yang memperkuat terjadinya KDRT. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Setelah itu, Anda bisa mencoba mengambil langkah berani dengan melakukan 5 cara melaporkan kasus KDRT:
1. Laporkan KDRT ke Polisi
Jika Anda melapor pada Polres, maka akan diarahkan ke bagian unit perempuan dan anak.
Anda akan dimintai keterangan sebagai saksi. Selain itu jangan lupa untuk menyertakan bukti yang ada guna mendukung laporan, misalnya hasil visum atau CCTV terjadinya kekerasan.
Polisi nantinya akan meningkatkan status pihak “terlapor” menjadi “tersangka”, minimal jika sudah ada 2 alat bukti.
Jangan lupa juga untuk mencatat nama penyidik yang menangani kasus Anda guna memudahkan melacak perkembangan penanganan kasus.
2. Laporkan KDRT secara online
Cara melaporkan kasus KDRT yang selanjutnya juga bisa dilakukan secara online. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sudah mengeluarkan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA129). Layanan ini dapat diakses melalui hotline 021-129 atau whatsapp 08111-129-129 yang mana terdiri dari enam jenis layanan.
Layanan tersebut akan berisi mengenai 6 layanan seperti, pengaduan, pengelolaan kasus, penjangkauan, akses penampungan sementara, mediasi hingga pendampingan. Layanan ini merupakan pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, pelayanan akses penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban.
Selain melalui telepon dan whatsapp, Kementerian PPPA juga menerima laporan tindak kekerasan melalui media lain seperti forum online, Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) Lapor, surat, hingga pengaduan langsung.
3. Laporkan KDRT ke Komnas Perempuan
Pengaduan pada Komnas Perempuan sekarang bisa dilakukan secara daring melalui e-mail atau media sosial. Jika ingin melaporkannya menggunakan media sosial, maka Anda bisa melakukannya melalui direct message pada media sosial Komnas Perempuan seperti di Twitter, Facebook dan Instagram.
Sedangkan jika ingin melalui email, maka bisa menggunakan alamat email [email protected].
Laporan yang masuk akan diproses selama 1×24 jam atau lebih cepat bergantung pada banyaknya aduan yang masuk. Pengaduan melalui email atau media sosial bisa dilakukan dengan menceritakan kronologi kejadian KDRT yang Anda alami.
Pengaduan yang masuk dan diterima akan diteruskan pada Forum Pengada Layanan yang sesuai dengan domisili korban guna dilakukan pendampingan. Namun sebelumnya, akan lebih baik jika Anda memiliki bukti adanya KDRT seperti bekas luka atau dokumentasi lainnya.
4. Laporkan KDRT ke Kementerian Sosial
Kementerian Sosial Indonesia juga menyediakan kontak yang bisa digunakan untuk menyampaikan pengaduan Anda terkait KDRT. Caranya adalah melalui www.lapor.go.id atau juga bisa melakukan sms pada 1708 dengan format “Kemsos (spasi) aduan”
5. Laporkan KDRT ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta
Cara melaporkan kasus KDRT yang terakhir adalah pada P2TP2A, caranya bisa dengan datang secara langsung ke kantor UPT P2TP2A DKI Jakarta atau juga bisa melalui hotline 081317617622.
Namun, untuk melaporkan hal tersebut, Anda perlu menyiapkan beberapa dokumen terlebih dahulu, seperti:
- Identitas diri KTP dan KK
- Membawa buku nikah
- Siapkan keterangan lengkap mengenai kronologinya.