Kurban

Hukum Berkurban Sunnah atau Wajib? Begini Penjelasannya

hukum kurban idul adha

Hari Raya Idul Adha identik dengan ibadah berkurban. Setiap 10 Dzulhijjah, umat muslim yang mampu dianjurkan menjalankan ibadah berkurban.

Pada tahun ini, 10 Dzulhijjah atau Hari Raya Idul Adha 1443 H jatuh pada 9 Juli 2022.

Kurban diambil dari bahasa Arab “qaruba” yang dengan segala bentuk derivasinya antara lain berarti dekat, mendekati persembahan.

Artinya, dengan berkurban atau menyembelih hewan kurban berarti wujud persembahan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kemudian mengenai hukumnya, para ahli atau ulama mempunyai pendapat berbeda-beda tentang hukum berkurban.

Mazhab Hanafi (Wajib untuk Orang Mampu)

Menurut Abu Hanifah dan pengikutnya, hukum berkurban adalah wajib dijalankan setiap tahun bagi orang yang mampu dan tidak sedang dalam perjalanan jauh.

Sedangkan, seperti yang dikatakan Thahawi, Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat jika maksud kata “wajib” yang dikatakan Abu Hanifah adalah sunnah Muakkadah.

Mazhab Syafi’i (Dianjurkan untuk Orang yang Mampu)

Dalam mazhab Syafi’i, hukum berkurban adalah sunnah muakkad. Artinya, tidak wajib tetapi makruh ditinggalkan bagi mereka yang mampu.

Jadi dalam mazhab ini, mengukur kemampuan seseorang apabila memiliki uang yang cukup untuk berkurban. Dengan catatan, jika orang itu mampu memenuhi kewajiban untuk menafkahi keluarga dan orang-orang yang ditanggungnya selama waktu penyembelihan.

Dalam mazhab Syafi’i diperjelas kembali jika bagi setiap pribadi umat muslim hukumnya sunnah ‘ain. Kemudian sunnah kifayah bagi keluarga, jadi bila salah satu anggota keluarga berkurban, bagi yang lainnya gugur karena sudah ada yang melaksanakan.

Mazhab Hambali (Qurban Boleh Berhutang)

Mazhab Hambali menuliskan jika seorang umat muslim dianjurkan berkurban jika mereka mampu mengusahakan atau berhutang.

Kenapa Para Ulama Berbeda Pendapat? Penyebab para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban karena adanya perbedaan pandangan mengenai dalil.

Sebagaimana Abu Hanifah, berpendapat hukum berkurban wajib untuk orang mampu berlandaskan pada hadist HR Ahmad dan Ibnu Majah.

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Artinya: “Siapa yang mempunyai keleluasaan untuk berkurban, kemudian dia tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.”

Dapat digambarkan kata “janganlah dia mendekati tempat shalat kami” berarti kurban wajib bagi yang mampu.

Sedangkan, ulama lain mengkategorikan ibadah kurban hukumnya sunnah muakkad karena ada hadis lain yang berbunyi:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ  رواه مسلم

Artinya:
“Bahwa Nabi SAW bersabda,”Apabila kamu telah melihat hilal awal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu hendak berkurban maka janganlah ia memotong bulu dan kukunya”. (HR Muslim).

Lalu hadis lain yang mengatakan jika hukum berkurban tidak wajib adalah “Salah seorang dari kalian mau atau ingin berqurban.”

Kata “mau atau ingin” dalam hadis tersebut menunjukkan jika berkurban bukan sesuatu yang wajib, dengan demikian hukumnya sunnah. Namun karena Rasul selalu menjalankan ibadah kurban, maka dimasukkan dalam kategori sunnah muakkadah.

Tapi bagaimana hukum berkurban dengan biaya hutang? Bukankah terlalu membebani dan terlalu memaksakan diri?

Mengenai hal ini, dengan menyerap intisari hadis-hadis di atas, hukum berkurban sangat dianjurkan untuk orang yang mampu. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai kelapangan (tidak mampu berkurban) tidak ada anjuran baginya melaksanakan kurban.

Dalam muhammadiyah.or.id mengatakan, pada dasarnya apabila orang berhutang untuk berkurban tidak perlu dilakukan. Sebab, tidak masuk ke dalam golongan yang kelapangan.

Sebaiknya berhutang untuk berkurban dihindari, apalagi jika orang tersebut berhutang karena memaksakan diri sehingga mengalami kesulitan membayar utangnya.

Kelapangan yang dimaksudkan adalah orang yang memiliki harta berlebih atau lebih dari cukup, dan mereka mampu mencukupi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, serta papan.

Tetapi hal berbeda jika, seseorang memperoleh dana untuk berkurban terlebih dahulu dengan syarat dapat mengembalikan.

Misalnya orang yang memiliki tabungan atau deposito lebih tetapi belum dapat dicairkan, oleh karena itu mereka butuh dana talang dan akan segera menggantinya jika tabungan sudah dapat diambil.

Karena itu, jika Anda ingin berkurban tetapi tidak mempunyai uang cukup untuk membeli hewan kurban secara seketika saat Idul Adha, sebaiknya Anda menabung. Sehingga dana kurban akan lebih ringan.

Hukum Memberi Daging Kurban Kepada Non-Muslim

Apakah boleh memberikan daging hewan kurban kepada non-muslim? Menurut Ustadz Abdul Somad hal tersebut diperbolehkan. Dalam firman Allah dalam Al Qur’an Surah Al-Mumtahanah ayat 8.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil,” (QS al-Mumtahanah: 8).

Namun, sebelum membagikan kepada non-muslim, kata Ustadz Abdul Somad, pastikan jika seluruh umat muslim di sekitar masjid sudah mendapat daging kurban. Terlebih untuk umat muslim yang kekurangan.

Jika sudah, barulah Anda bisa membagikan daging kurban kepada non-muslim.

Sumber Referensi:

https://www.republika.co.id/berita/qwbmk6320/qurban-wajib-atau-sunnah-mengapa-ulama-berbeda-pendapat-part1

https://kalam.sindonews.com/read/789909/69/hukum-berkurban-bagi-yang-mampu-wajib-atau-sunnah-1654499182

https://muhammadiyah.or.id/bolehkah-berkurban-dengan-biaya-hutang/